Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI yang juga menjabat sebagai Anggota Komite BP Tapera |
KANAWAADVANCE.COM--Polemik mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih terus didiskusikan diberbagai platform media masa apakah menguntungkan karyawan atau malah merugikan.
Banyak karyawan dan juga pengusaha menolak program pemerintah yang baru saja di teken oleh presiden Joko Widodo dibulan Mei yang lalu. Program tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Anggota DPD Casytha Arriwi Kathmandu saat rapat kerja dengan Sri Mulyani, mengatakan bahwa kebijakan Tapera itu sangat memberatkan masyarakat karena memangkas pendapatannya saat banyaknya beban potongan gaji.
Baca juga: Kabar Mengejutkan Ruben Onsu Gugat Cerai Sarwendah, Ini Kata Pengacara Ruben
"Pajak yang ditanggung pengusaha sudah banyak ditanggung pekerja, sudah banyak, tambah tapera 3%, pengusaha 0,5% dan pekerja 2,5%, artinya cost lagi," kata Casytha saat rapat kerja di Gedung DPD.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ditanya oleh Anggota DPD Casytha Arriwi Kathmandu saat rapat tersebut menjelaskan bahwa Tapera meringankan beban masyarakat melalui berbagai cara.
"Jadi kami ingin tekankan, saya memahami beban-beban yang ada dan oleh karena itu APBN ingin kurangi beban masyarakat melalui berbagai cara dari sisi perumahan," ucap Sri Mulyani, yang juga menjabat sebagai Anggota Komite BP Tapera
Baca juga: Tarian Toja Pala Bergema Menyambut Kedatangan Putri Bung Karno
Menteri Keuangan RI 2 Periode ini menegaskan pemerintah juga telah membantu beban biaya yang ditanggung masyarakat itu melalui pembayaran bantuan iuran BPJS Kesehatan, maupun dengan berbagai macam subsidi yang diberikan termasuk bantuan sosial atau bansos.
"Tentu tidak cukup, ada masyarakat merasa yang dapat mereka tapi saya enggak dapat dan kurang dari yang mereka butuhkan, makanya APBN perlu diperkuat untuk membantu terutama masyarakat tidak mampu," tegasnya.
Sri Mulyani mengungkapkan memang perlu ada kebijakan khusus yang membuat harga rumah di Indonesia tidak terus menerus naik hingga semakin sulit terjangkau.
"Memang masih ada kebijakan yang harus diimprove yaitu harga dari rumah itu sendiri dan yang disebut kriteria MBR yang Rp 8 juta mungkin kita perlu, karena harga rumah bisa naik menjadi Rp 300 juta dari sekarang itu sekitar Rp 160-170 juta," ungkap Sri Mulyani.
Baca juga: Tulis Pesan di Pohon Mahoni, Seorang Pemuda di Sikka NTT Ditemukan Tewas Gantung Diri
Lanjut Sri Mulyani, APBN telah ikut berkontribusi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), hingga KPR bersubsidi. Sudah 228,9 triliun terhitung sejak tahun 2015 sampai tahun 2024 dana dari APBN yang terkucur untuk membantu masyarakat memperoleh rumah melalui skema bantuan kepemilikan rumah itu.
Tahun 2015 pemerintah mengucurkan dana dari APBN sebesar Rp 13,3 triliun untuk pembangunan rumah susun hingga dana bergulir di FLPP yang senilai Rp 5,1 triliun dan saat ini sudah terus bertambah hingga Rp 105 triliun dan kini menjadi Rp 167 triliun untuk membantu MBR punya rumah.
Tahun 2016 APBN kata dia juga melalui kombinasi bantuan uang muka hingga subsidi suku bunga itu telah terkucur Rp 15,25 triliun dari APBN.
Tahun 2017 menjadi Rp 18 triliun, dan pada 2019 sebesar Rp 18,81 triliun.
Pada 2020 dinaikkan menjadi Rp 24,19 triliun, dan pada saat Covid-19 pada 2021 ia mengatakan, dana bantuannya ditambah lagi menjadi Rp 28,95 triliun.
Pada 2022 pun juga telah dinaikkan menjadi Rp 34,15 triliun, pada 2024 menjadi Rp 31,88 triliun, dan pada 2024 sebesar Rp 28,25 triliun.
Alumnus Universitas Indonesia ini menuturkan bahwa Negara telah menggelontorkan dana yang sangat besar jika dibandingkan dengan 3% yang dikumpulkan karyawan, dan dan itu tidak hilang.
"Sangat besar kalaupun mau dibanding 3% yang disampaikan Bu Casytha menurut mereka akan kumpulkan sampai Rp 50 triliun sampai 10 tahun mendatang apabila dilaksanakan, APBN sebetulnya sudah melaksanakan dan dana ini tidak akan hilang," tutur mantan Managing Director dan Chief Operating Officer Bank Dunia tersebut.*