Dr. Sylvester Kanisius Laku foto bersama penguji dan keluarga. |
KANAWAADVANCE.COM -- Masyarakat Nagekeo tentunya berbangga karena salah satu putra terbaiknya, Sylvester Kanisius Laku, berhasil meraih gelar Doktor Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara dengan predikat sangat memuaskan (summa cumlaude).
Gelar akademis tersebut diraihnya setelah mempertahankan disertasi yang berjudul: "Politik Inklusi dan Keadilan: Tinjauan Filosofis terhadap Konsep Komunikasi Inklusif Iris Marion Young dan Perannya bagi Demokrasi" dalam Sidang Terbuka di Kampus STF Driyarkara, Selasa (18/6).
Sidang Terbuka dipimpin Dr. S.P. Lili Tjahjadi yang sekaligus merupakan Penguji, beranggotakan Dr. Karlina Supelli selaku Promotor dan Penguji, Prof. Dr. J. Sudarminta selaku Co-Promotor I dan Penguji, Dr. Pius Sugeng Prawetyo selaku Co-Promotor II dan Penguji, serta dua Penguji lainnya yaitu Dr. Robertus Robert dan Dr. A. Widyarsono.
Di hadapan para penguji yang merupakan Guru Besar dan Doktor pada STF Driyarkara, pria kelahiran Mauponggo, 9 Juni 1972 ini dengan begitu yakin mempresentasikan penelitian ilmiahnya dan dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan (summa cumlaude).
"Kami sampaikan hasil rapat Yudisium kami, Saudara Sylvester Kanisius Laku kami nyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan," ujar Dr. Lili selaku Ketua Sidang yang disambut tepuk tangan hadirin.
Dengan pencapaian akademis ini, Kanisius menjadi doktor ke-44 di STF Driyarkara dan doktor ketiga Universitas Parahyangan Bandung yang lulus di STF Driyarkara.
Ketika memulai untuk menguji penelitian Kanisius, para penguji umumnya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Kanisius atas ketekunannya dalam menyelesaikan disertasi doktoral.
Menurut mereka, penelitian Kanisius merupakan hal yang baru dalam perkembangan pemikiran politik deliberatif di tanah air. Kanisius memperlihatkan kejernihan berpikir untuk meletakkan kelemahan teori komunikasi inklusif Iris Marion Young yang terlalu informalitas dengan menambalnya melalui teori retorika tiga dimensi Bruce McComiskey.
Dr. Karlina Supelli dalam pernyataan akhir di penghujung Sidang Terbuka menyampaikan apresiasi kepada Kanisius karena dianggap berhasil membedah teori Iris Marion Young yang begitu kompleks.
Menurut dia, Young bukan hanya pemikir politik kontemporer tapi skema pemikirannya dibangun oleh teori-teori feminis, emansipasi, ketidakadilan dan pengalaman konkret perempuan ang terpinggirkan dan kelompok minoritas lain.
Oleh karena karya penelitian yang luar biasa tersebut, Dr. Karlina meminta agar karya penelitian Kanisius diterbitkan menjadi buku sehingga bisa dipelajari banyak orang, terutama aktor politik.
Selain itu, kiranya penelitian Kanisius dapat memicu penelitian lain di kemudian hari untuk melihat relevansi teori retorika dialektis tiga dimensi dengan realitas bangsa Indonesia yang begitu informalitas.
"Penelitian Anda nanti diwajibkan untuk terbit karena persis itu yang harus dibaca banyak orang, memberi sumbangan karena melalui pemikiran Iris Marion Young Anda menunjukkan titik yang gelap dari teori demokrasi deliberatif yang menyebabkan kelompok terpinggirkan diakui keberadaan tapi suaranya tidak didengar hanya karena cara menuturkannya hanya melalui narasi, drama, puisi, padahal bagi rakyat kecil seringkali drama, puisi, Ludruk, merupakan bentuk kritik terhadap pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, Kanisius mengucapkan terima kasih kepada para Penguji, Promotor dan berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian studinya di STF Driyarkara.
"Terima kasih terbesar dan penuh kasih saying saya sampaikan kepada keluarga Laku dan Pasaribu, terutama istri dan kedua putri atas doa yang tiada henti," imbuh putra Nagekeo ini.
Adapun, saat ini Kanisius merupakan dosen tetap pada Fakultas Filsafat Unpar.
Sebelum menjadi dosen, ia merupakan calon imam Keuskupan Sintang yang mengikuti pendidikan di Fakultas Filsafat Unpar. Namun karena tidak melanjutkan pendidikan calon imam, Kanisius kemudian memilih berkarya sebagai dosen luar biasa di UPT MKU Unpar pada tahun 2001.
Pendidikan calon imam mula-mula ditempuhnya di Seminari KPA St. Paulus Mataloko di Ngada, yang dulunya biasa dikenal dengan Seminari Sintang.
Penamaan ini karena prioritas pendidikan calon imam saat itu adalah mengirim para seminaris untuk melanjutkan pendidikan ke seminari tinggi di Keuskupan Sintang.
Namun dalam perjalanan waktu, seminari menengah ini dikelola Ordo Karmel dan memungkinkan para seminaris bisa memilih berbagai tarekat religius.
Sebelum masuk ke Seminari KPA Mataloko, Kanisius menempuh pendidikan menengah di SMAS Regina Pacis Bajawa, salah satu SMA berprestasi di Ngada.
Sementara, pendidikan dasar dan SMP diselesaikannya di Mauponggo, Nagekeo.
Oleh karena ayahnya merupakan seorang anggota Polri, pendidikan dasarnya sering berpindah-pindah mengikuti penugasan kedinasan dari ayahnya.
Proficiat untuk Dr. Kanisius Laku!