Persemaian model Labuan Bajo. |
KANAWA ADVANCE -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menahan lima tersangka kasus korupsi pembangunan persemaian modern di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Ada kemungkinan penambahan tersangka baru yang ikut terlibat dalam kasus tersebut.
Kelima tersangka, yaitu Agus Subarnas pegawai selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BPDAS Benanain Noelmina, Direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, Sunarto Direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, Hamdani Direktur Utama PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, dan Putu Suta Suyasa selaku konsultan pengawas.
Dalam kasus tersebut, kelima tersangka diduga melakukan mufakat jahat sehingga proyek Tahap II di Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Sungai Benain Noelmina Tahun Anggaran 2021 tersebut merugikan negara Rp10 miliar. Adapun nilai proyek sebesar Rp49 miliar.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan NTT Ridwan Angsar mengatakan telah melakukan pemeriksaan data, dokumen, dan memeriksa 60 orang saksi.
Terungkap bahwa praktik lancung yang dilakukan para tersangka tidak saja saat pelelangan namun juga setelahnya. Dimana mereka membuat berita acara palsu.
Di tahap pelelangan, panitia lelang atau pokja tidak melakukan proses evaluasi secara profesional berdasarkan ketentuan PBJ yang pada akhirnya menetapkan PT Mega sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp39.658.736.000.
Dalam proses tersebut, penyidik menemukan adanya persekongkolan yang dilakukan tersangka Sunarto, Yudi Hermawan sebagai Direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung bersama Hamdani sebagai Direktur Utama PT Mitra Eclat Gunung Arta di Bandar Lampung.
Mufakat jahat itu adalah ketentuan bahwa apabila memenangkan tender maka kontrak akan diagunkan ke Bank Mandiri untuk mendapatkan kredit sebagai modal melaksanakan pekerjaan dengan jaminan harta milik tersangka Sunarto.
Sementara tersangka Putu Suta Suyasa selaku konsultan pengawas tidak melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan pembangunan persemaian modern di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Tahap II.
Selain itu, para tersangka membuat berita acara PHO fiktif sehingga terjadi kerugian negara mencapai Rp10,5 miliar.
"Bahkan dalam pelaksanaan ada yang fiktif karena pembangunan persemaian modern yang dilakukan di Labuan Bajo tidak dilakukan," kata Ridwan.*
Sumber: Antara